G
N
I
D
A
O
L

Ustadzah Tika Faiza: Rasulullah Teladan Psikologis Terbaik dalam Mendidik Anak

ibnuabbasklaten.com – Ustadzah Tika Faiza MPsi Psikolog menjadi pemateri dalam Kajian Parenting Episode 1, sebuah rangkaian acara yang diselenggarakan oleh Kuttab Ibnu Abbas Klaten pada Sabtu (4/10) bertempat di Masjid Agung Al Aqsha Klaten. Dalam tausyiahnya, beliau mengangkat tema penting tentang parenting berbasis fitrah dan kejiwaan Islam.

Ustadzah Tika menjelaskan bahwa seluruh perilaku Rasulullah ﷺ mencerminkan nilai psikologi yang tinggi dan sangat sesuai dengan fitrah manusia.

“Ketika kita mengimani Rasulullah, jangan hanya meneladani beliau dalam ibadah ritualnya, tetapi juga dalam cara memahami emosi dan mendidik keluarga,” ujarnya. Bahkan sebelum lahirnya ilmu psikologi modern, seluruh tindakan Nabi ﷺ sudah mengandung nilai-nilai kejiwaan yang sempurna.

Beliau mencontohkan, ungkapan umum seperti “laki-laki kok nangis” sebenarnya bertentangan dengan fitrah. Rasulullah sendiri, sebagai seorang laki-laki dan pemimpin, tidak segan meneteskan air mata. Hal ini menunjukkan bahwa ekspresi emosi adalah bagian dari kemanusiaan yang tidak boleh ditekan dalam proses tumbuh kembang anak.

Dalam kajian tersebut, Ustadzah Tika juga mengupas doa keluarga sakinah dalam QS. Al-Furqan ayat 74. Doa “Rabbanaa hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa qurrata a’yun…” menurutnya bukan sekadar permohonan agar anak menjadi penyejuk hati, tetapi agar mereka tumbuh menjadi pemimpin bagi orang-orang bertakwa.

“Keluarga Muslim tidak boleh berhenti pada cita-cita memiliki anak yang menenangkan hati. Harus naik level, menjadi keluarga yang melahirkan pemimpin umat,” jelasnya.

Beliau juga menekankan pentingnya keselarasan pengasuhan antara ayah dan ibu. Perbedaan pola asuh yang bertentangan dapat menimbulkan identity confusion pada anak, bahkan mempengaruhi konsep diri dan keimanannya. Karena itu, ayah dan ibu harus memiliki nilai dan arah pengasuhan yang sejalan.

Ustadzah Tika mengingatkan, setiap anak lahir dalam keadaan fitrah, suci dan siap menerima kebenaran. Tugas orang tua adalah menjaga fitrah itu melalui kasih sayang, bukan dengan ancaman dan ketakutan.

“Anak belajar mengenal Allah dari cara orang tua memperlakukannya. Jika orang tuanya pemaaf, anak akan mengenal Allah sebagai Maha Pengampun,” tutur beliau.

Dalam penjelasannya, Ustadzah Tika juga menguraikan tiga fase perkembangan fitrah anak:

  • Usia 0–7 tahun: masa penuh kasih dan keceriaan, bukan waktu untuk ancaman.

  • Usia 7–14 tahun: masa pembentukan nilai dan tanggung jawab.

  • Usia 14–21 tahun: masa pendewasaan dan kemandirian.

Keduanya, ayah dan ibu, memiliki peran penting dalam tiap fase. Ibu menanamkan kelembutan dan kasih, sementara ayah menumbuhkan keberanian dan rasa percaya diri. “Rumah adalah wahana utama bagi orang tua untuk memahat karakter anak-anaknya,” pesan beliau.

Kajian ini menjadi pembuka rangkaian Kajian Parenting Festival yang digagas Kuttab Ibnu Abbas Klaten untuk memperkuat peran orang tua dalam pendidikan berbasis fitrah. Acara ini diharapkan menjadi wadah bagi keluarga Muslim untuk belajar menumbuhkan generasi Qur’ani, tangguh, dan berakhlak mulia.