Klaten–Ratusan wali santri mengikuti Sarasehan Keluarga Besar PPTQ Ibnu Abbas Klaten, di Kampus Putri, Belangwetan, Ahad, (7/7/2019).
“Pendidikan memiliki dimensi yang sangat luas, ada kesuksesan ada juga yang menjadikannya gagal,” ujar Direktur PPTQ Ibnu Abbas Klaten, Ustaz Dr Muh. Mu’inudinillah Basri MA, dalam membuka sarasehan.
Menurut Ustaz Mu’in dalam pendidikan perlu memperhatikan syarat-syaratnya, baik materi maupun pendidiknya. Dikatakan, banyak hal-hal yang menjadikan pendidikan itu gagal, misalnya masuk ke internet menganggap sebagai guru.
“Pendidikan juga mencangkup pendidikan resmi seperti pondok atau non resmi di rumah,” ungkapnya.
“Karena apapun itu, anak kita adalah harta yang sangat mahal. Misalnya, siapa yang punya dua anak perempuan dididik (dengan benar) hingga dewasa, maka akan jadi pengantar surga ke dua orang tuanya dan menghalangi dari api neraka,” imbuhnya.
Ketua MIUMI DIY, Ustaz Ridwan Hamidi Lc MPI MA, menyampaikan, berbicara pendidikan idealnya masing-masing keluarga mempunyai kurikulum. Menurutnya, sampai saat ini sebagian besar keluarga tidak punya kurikulum dalam mendidik anak.
“Kurikulum ini, semua bagian dalam proses pendidikan anak. Kalau tidak punya, maka tidak memiliki panduan mengarahkan anak,” ungkap salah satu wali santri ini.
Ustaz Ridwan menegaskan, sekarang ini keluhan di dunia pendidikan bahwa anak didik lahir pada abad 21, sedangkan gurunya abad 20 dan metode mengajarnya dari abad 19. Untuk itu, di beberapa lembaga pendidikan hal tersebut dipersoalkan.
“Maka apa yang dipelajari (di sekolah saat ini) tidak menjawab persoalan yang telah ada,” katanya.
Oleh karena itu, beliau mengajak (orang tua / pendidik) untuk segera gerak cepat mengikuti perkembangan. Menurutnya, karena anak-anak saat ini cepat minat pada hal-hal tertentu, sehingga perlu segera diberikan bimbingan.
“Misalnya, ketika anak-anak minat terhadap berbagai jenis bacaan tertentu, namun kita tidak memiliki bimbingan ke arah sana,” paparnya.
Ustaz Ridwan menambahkan, kurikulum di umat Islam di orang tuanya (pendidiknya) bukan di borangnya. Maka dari itu, pihaknya tidak setuju bila kurikulum pendidikan saat ini lebih menyibukan para pendidik di borangnya, padahal banyak hal lain yang perlu diperhatikan. (Riki Purnomo)