G
N
I
D
A
O
L

Keluarga Qur’ani; Idealisme dan Realisasinya

Pada sebuah perbincangan di serambi rumah, kakek pernah menyampaikan bahwa kita kelak yakni eyang kakung, eyang putri, abi dan ibu serta anak-anak dan semua keluarga besar kelak akan berkumpul kembali di surga Allah swt seperti saat itu yakni berkumpul selepas nyate bareng di momen pesta kurban.

Pertanyaannya sekarang adalah dengan cara apa kita bisa tetap bersama sampai surga? Bagaimana cara mewujudkannya? Adakah faktor yang menunjang dan menghambat untuk mencapai tujuan tersebut? Berikut ini beberapa jawaban dari pertanyaan tersebut.

Menjaga Diri agar tetap bersama sampai surga

Setiap muslim meyakini bahwa semua yang dilakukan di dunia ini kelak akan dibalas dengan sangat adil oleh Allah swt.  Maka apabila perbuatan baik, mereka akan mendapat balasan kebaikan yang berkumpul di surga, sedangkan bagi mereka yang berbuat maksiat, menyimpang dari sifat kebaikan manusia, berbuat merugikan atau bahkan menzalimi orang lain, maka akan dibalas dengan siksa. Siksa atau azab berkumpul di neraka.

Baca Juga: Dua Jenis Ulama yang Wajib Diketahui

Semua manusia tidak mendapatkan pahala atau dosa karena perbuatan orang lain, kecuali apa yang sudah disebutkan dalam hadits shahih seperti doa anak shalih, amal jariyah dan ilmu yang bermanfaat. Karena Al-Qur’an itu al huda, atau petunjuk hidup manusia, maka hendaklah kita selalu berpedoman kepada Al-Qur’an, atau Qur ani dalam setiap aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.”(QS. Al-Muddatstsir: 38)

Untuk itu kita wajib menjaga diri sendiri, dengan penjagaan yang sebenar-benarnya agar dapat dipastikan kita selalu “surgawi”, yakni setiap yang kita lakukan selalu bernilai surga.  Karena apapun yang kita lakukan akan dibalas dengan sangat adil oleh Allah swt. Jangan sampai sedetikpun waktu yang Allah swt berikan kepada kita digunakan untuk menamkan benih yang berbuah di neraka.

Dengan senantiasa menanam kebaikan di manapun dengan cara apapun dengan siapapun maka Allah swt akan memberikan yang terbaik dalam kehidupan kita. Gunakan waktu untuk mendalami dan mengamalkan Islam. Karena kewajiban menuntut ilmu tidak terhalang dengan status sosial, status usia, kondisi dan Jangan pernah bosan belajar, karena ilmu Islam sangatlah banyak. Kemudian amalkan, amalkan dan amalkan.

Menjaga Keluarga

Dalam urusan keluarga , Allah ta’ala menyampaikan dalam firman-Nya bahwa ada tanggung jawab seseorang kepada keluarganya. Allah ta’ala berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS. At-Tahrim: 6)

Adapun yang dimaksud dengan menjaga diri dan keluarga adalah dengan beramal ibadah sesuai dengan ketentuan syariat dalam mentaati Allah ta’ala. Menjaga diri adalah menjaga amanah yang telah disanggupi dalam hidup ini yakni dengan melakukan apa yang telah diperintahkan dan meninggalkan semua yang dilarang Allah swt. Adapun menjaga keluarga yang dimaksudkan adalah memastikan semua nggota keluarga dengan menyuruh atau bahkan mewajibkan semua anggota keluarga untuk taat kepada Allah ta’ala dan melarang mereka maksiat kepada Allah swt.

Rasulullah Muhammad shalallahu ’alaihi wasallam menyampaikan tentang kewajiban dan pentingnya perhatian seseorang kepada keluarganya. Terlebih perhatian kepada anak-anaknya, karena baik dan suksesnya pendidikan serta perkembangan jiwa anak sangat tergantung kepada anak-anak. Rasulullah  Muhammad shalallahu ’alaihi wasallam bersabda:

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Menjaga Keluarga Bersama Al-Quran

Hidup di era-globalisasi dan pesatnya komunikasi yang seolah tanpa batas, akibat kemajuan teknologi , maka berdampak negatif untuk perkembangan pendidikan anak. Tidak saja ana-anak bahkan merambat kepada semua generasi. Dikhawatirkan anak-anak lebih dekat dengan gadget daripada Al-Qur’an. Tetapi realitanya orang tua pun banyak yang terkena virus dari “setan gepeng” itu.  Banyak sisi negatif dari kemajuan teknologi, tetapi tidaklah tepat kita memperdebatkan akan hal tersebut. Karena sesuatu yang sudah pasti tidaklah tepat diperbincangkan terus menerus, justru peluang kemajuan itu kita optimalkan untuk kebaikan dan kemudahan hidup kita.

Baca Juga: Menahan Diri dan Mengontrol Emosi

Hand phone kita pake untuk saling mengingatkan dalam hal murajaah hafalan, menelusuri ulumuddin, ulumul Qur’an dan ilmu-ilmu lain yang mendasar untuk segera dikuasai. Kita buat group untuk kelompok one day one juz (odoj) group tilawah, group tahfidz online dan group-group bermanfaan yang lain. Untuk group keluarga, alangkah indahnya kita buat group keluarga Qur’ani. Saling memotivasi dalam tilawah, mengejar target hafalan dan browsing ulumul Qur’an.

Dengan begitu, gempuran budaya manca yang jauh dari nilai-nilai Qur’ani, kita tepis, kita kikis sembari mengoptimalkan dan memaksimalkan media untuk kebaikan umat dan kemaslahatan berbangsa dan bernegara. Tidak ada kata terlambat untuk kita memulainya.Secepatnya mari kita mulai buka mushaf Al-Qur’an yang lama menjadi “pajangan-pajangan”di rumah.

Mulailah untuk berinteraksi dengan Al-Qur’an, membaca, menghafalkan, men-tadabburi, mengamalkan serta mendakwahkannya. Kita didik anak-anak kita membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar, sedini mungkin. Kita upayakan untuk menjadikan anak-anak kita,generasi pengganti kita, generasi penjaga dan penghafal Al-Qur’an. Kita siapkan anak-anak kita menjadi teknokrat, yang hafidz atau minimal paham Al-Qur’an, menjadi pejabat, birokrat, konglomerat, atau minimal rakyat yang hafidz Al-Qur’an atau setidaknya bisa membaca dengan baik dan benar serta paham dan siap membumikan Al-Qur’an dalam realita kehidupan nyata setiap harinya.

Forum Al-Qur’an kita perbanyak dengan kelompok-kelompok kajian Al-Qur’an atau, kelompok tahfidz Al-Qur’an, kelompok pecinta Al-Qur’an, kelompok dan beberapa komunitas yang fokus mempelajari, menghafalkan dan mengamalkan Al-Qur’anul Karim.

Realisasikan idealisme Qurani kita

Ketika seseorang memiliki keinginan untuk membangun rumah tangga yang Islami, Qur’ani tentu tidaklah cukup dengan idealismenya itu. Tetapi usaha nyata sangat menentukan untuk terbentuknya generasi idaman sepanjang masa itu. Sebaliknya keluarga-keluarga lama yang belum terbentuk sibghah Qur’aninya, belumlah terlambat untuk segera memulainya. Sebab keinginan tanpa realisasi secepatnya tiadalah mungkin dapat dinikmati keberhasilannya.

Terbentuknya keluarga yang dibangun dengan prinsip-prinsip Qur’an sangat mendesak untuk diwujudkan di era millenial ini. Karena keluarga merupakan kunci untuk keberhasilan sebuah pondasi dan institusi untuk menegakkan risalah ilahiyah, maka fokus dan serius sangatlah dibutuhkan. Cita-cita tinggi, kasih sayang sejati dan sejuta harapan dapatlah diawali disemaikan pada jiwa – jiwa suci sejak dini di keluarga Qur’ani. Dengan begitu maka keluarga adalah pusat inti kehidupan dan perkumpulan ide-ide cemerlang untuk membumikan risalah ilahiyah yang telah berbad-abad datang di planet bumi, yakni Al-Qur’anul Karim.

Bagaimanakah realisasi untuk membentuk keluarga Qur’ani? Mungkin sekadar alternatif untuk merealisasikan ide cantik menarik nan full ridha Ilahi sebagai berikut:

  1. Rumah Tangga didirikan berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah.

Niat , tujuan, asas yang paling penting nan mendasar dalam pembentukan sebuah keluarga Qur’ani ialah rumah tangga yang didirikan atas landasan taqwallah semata. Dasar Al-Qur’an menjadi utama diramu dengan contoh kasih sayang teladan mulia dalam kehidupan. Tidak diragukan lagi, bahkan Michael Hart  orang non muslim saja gandrung dan terpesona dengan akhlak Qur’ani yang dicontoh orang terbaik sepanjang sejarah yakni Nabi Muhammad saw. Al-Qur’an dan Sunnah menjadi referensi pertama dalam membentuk keluarga Qur’ani.

Semua aktivitas dan masalah yang timbul dalam kehidupan diselesaikan dengan Al-Qur’anul Karim. Sebagaimana firman Allah swt dalam Surah An-Nisa’ ayat 59: “Kemudian jika kamu selisih paham/pendapat tentang sesuatu, maka kembalilah kepada Allah (Al-Quran) dan Rasulullah (Sunnah)”

  1. Rumah Tangga berasaskan kasih sayang sejati.

Tanpa ‘al-mawaddah’ wa ‘al-Rahmah’, kita sulit rasanya mewujudkan kasih sayang yang sesungguhnya. Masyarakat sangat kesulitan mencari sosok teladan dalam hal kasih sayang selain muslim mukmin sejati yang hidupnya benar-benar Qur’ani. Dari sifat kasih sayang yang tulus, akan lahir karakter prima yang saat ini sedang digali dari berbagai sumber. Sayangnya mereka tidak yakin, tidak percaya dengan mengikuti nafsu mereka mencari literatur yang kadang ngelantur dan ujung-ujungnya bersumber dari pribadi yang sesungguhnya mengamalkan dustur Ilahi yakni Al-Qur’anul Karim pedoman hidup yang menghidupan karena diturunkan dari Dzat Yang Mahahidup.

  1. Menetapkan aturan dalam rumah tangga yang Qur’ani.

Keluarga teratur adalah keluarga yang diatur dengan dustur dari Dzat Yang Maha Luhur Allah swt. Setiap keluarga semestinya memiliki peraturan yang dipatuhi oleh setiap anggota keluarga. Anak-anak hormat tunduk dan patuh kepada kedua orang tua. Menghormat yang lebih tua, menyayangi dan mengasihi dengan sepenuh hati kepada yang lebih muda. Tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa diwujudkan dalam keseharian hidupnya, denga sepenuh hati percaya nan mendambakan ridha Allah swt.

  1. Kedua orang tua kunci utama serta teladan dalam keluarga.

Orang tua adalah sosok pertama yang menjadi model dan referensi pertama dari setiap individu yang terlahir ke planet bumi ini. Maka sepantasnya kedua orang tua sebagai kunci untuk keberhasilan merealisasikan kelurga Qur’ani ini. Allah swt setelah memberi perintah menyembah Allah swt dan larangan menyekutukan-Nya, juga memerintahkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua.

Dalam surah An-Nisaa’ ayat 36, Allah swt berfirman:

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” Kemudian, surah Al-An’am ayat 151 menyebutkan, “Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” Sementara surah Al-Israa’ menyatakan, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”

Dengan dibangunnya pondasi Al-Qur’an yang kuat di keluarga maka akan terbentuk bangunan kuat, kokoh nan indah mempesona serta harum semerbak bak bunga melati atau sedap malam yang memanjakan indera penciuman manusia yang melewati serta mencicipi bau yang semerbak bak bau surga yang terpancar dari keluarga Qur’ani idaman setiap insan beriman. Akankah kita dapat mewujudkan keluarga indah idaman setiap mukmin mukhlis nan muhsin tersebut? Insyaa Allah bisa asal kita maksimal dan optimal dalam upaya merealisasikannya. Semoga semua dimudahkan Allah swt. Aamiin.[]

 

Penulis: Ustadz Drs. Tukimin AF, M.A (Pengurus Yayasan Ibnu Abbas)
Editor: Riki Purnomo, S.Sos.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *