Oleh: Aa’ Deni Muharamdani
Hadirnya suatu peradaban, menurut teori Parsons, dapat dilihat dari cheklist atas empat aspek pembentuk peradaban. Keempat aspek tersebut ialah aspek nilai, aspek ekonomi, aspek kebudayaan, dan aspek politik.
Dari keempat aspek tersebut, aspek nilai adalah yang paling berpengaruh dan menentukan dalam suatu peradaban.
Saat nilai yang menggerakkan aspek-aspek lainnya adalah nilai Islam, tandanya peradaban Islam hadir dan eksis. Hal yang sama berlaku sebaliknya.
Sistem ekonomi yang digerakkan oleh nilai Islam dapat disebut sebagai ekonomi Islam, sistem ekonomi yang mampu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Bukan ekonomi yang menumpukkan laba pada segelintir orang.
Keinginan menegakkan ekonomi berkeadilan yang dilandasi nilai Islam seringkali dihadapkan pada kenyataan yang serba tidak mendukung.
Secara zahir kita dipertontonkan bagaimana distribusi laba hanya berputar pada kelompok sosial tertentu, di luar itu hanya jadi penonton atau bahkan menjadi korban penghisapan.
Di antara dua fakta di atas, di antara das sollen (seharusnya) dan das sein (senyatanya), di antara idealitas dan realitas yang ada, dimanakah posisi fatwa muamalah ?
Jika fatwa muamalah ditempatkan sebagai instrumen atau satpam ekonomi Islam, eksesnya dapat menggerus banyak transaksi yang berjalan, karena akan banyak transaksi yang dianggap terlarang. Tentunya kondisi seperti ini akan menyulitkan banyak pihak.
Atau fatwa muamalah ditempatkan secara objektif, dalam arti fatwa cukup memerhatikan fakta transaksi yang berlangsung tanpa harus menimbang konstruksi sistem ekonomi secara keseluruhan.
Dengan posisi kedua ini, fatwa muamalah akan dianggap sebagai pemberi karpet merah bagi para penumpuk laba, pelayan bagi para penghisap, serta ikut andil melanggengkan dominasi mereka. Dan sudah barang tentu bertentangan dengan prinsip ekonomi Islam.
Lalu seperti apa memosisikan fatwa muamalah hari ini?
Inilah dilema yang sedang dihadapi kaum muslimin, di samping berbagai dilema lainnya yang melingkupi kaum muslimin hari ini.
Pertanyaan di atas membutuhkan jawaban yang tepat guna segera mengurai ikatan yang menjerat. Dan upaya mencari jawaban ini membutuhkan kerja intelektual secara kolektif dari kaum muslimin sendiri.
Wallohu ‘alam
________
Editor: Raihan Zadu Jihad