Oleh: Ustaz Nurkholis Almahfoudz
Menjadi orang terkenal adalah sebuah kebanggaan tersendiri karena bisa menginspirasi banyak orang. Tetapi sangat disayangkan jika hanya demi menjadi terkenal banyak orang melakukan hal-hal yang kurang patut. Kalau kita mengamati konten di media sosial seperti Youtube, kita akan menemukan banyak konten yang sangat jauh dari manfaat. Konten-konten seperti pamer kekayaan, bercanda yang kelewatan, kata-kata kasar yang jauh dari kesopanan, dan lain sebagainya banyak bertebaran di media sosial. Lagi-lagi itu semua demi kepopuleran dan pendapatan (income). Lalu siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan?.
Saya yakin kita semua sudah tahu jawabannya. Semakin banyak viewers yang menonton konten tersebut maka pendapatan pemilik konten juga akan semakin naik. Jika viewers atau penonton tak pandai memfilter isi dari konten yang dilihatnya, maka hal-hal yang kurang patut secara otomatis akan memengaruhinya. Kalau sudah menimbulkan efek yang kurang baik, apakah pemilik konten mau bertanggungjawab? Mari kita merenung sejenak!
Usia anak-anak adalah ibarat emas yang begitu berharga. Saking berharganya, orangtua dan siapapun itu harus menjaga mereka dengan sebaik-baiknya. Sebab, pada usia-usia itulah karakter anak mulai dibentuk. Adab dan moral mulai ditanamkan karena mereka adalah generasi emas penerus masa depan. Kita juga sering mendengar ungkapan bahwa anak bagaikan kertas putih yang bersih. Kertas putih yang belum ada coretannya sama sekali, belum ada warna yang menghias di atasnya. Mau menjadi seperti apa ia kelak di masa depan itu semua tergantung coretan atau warna yang digoreskan di atasnya saat ini.
Tentu, sebagai orangtua dan guru dari anak-anak, kita semua berusaha untuk menggoreskan kebaikan-kebaikan pada mereka. Melukiskan warna yang seindah mungkin agar kelak mereka tumbuh menjadi generasi yang mengagumkan dan membanggakan.
Sebagai “pengukir” anak-anak, kita perlu menyadari bahwa setiap usaha yang kita lakukan sudah pasti ada tantangannya. Seperti yang sudah saya sebutkan di awal tulisan ini, salah satu tantangannya adalah derasnya serbuan konten-konten yang kurang mendidik di media sosial. Lalu, apa korelasi konten-konten tersebut dengan anak-anak?
Kita sekarang tak hidup di zaman batu, zaman yang belum ada kecanggihan teknologi seperti sekarang ini. Segala macam informasi, hiburan, pendidikan, hingga kebutuhan sehari-hari semuanya bisa kita peroleh dengan mudah. Mau informasi atau hiburan seperti apa semua tinggal klik di layar handphone yang kita genggam.
Zaman sekarang ini, tak sulit kita temukan anak-anak yang sudah memegang handphone di tangannya. Entah itu handphone orang tuanya atau handphone miliknya sendiri. Itu real adanya, kemana-mana mereka selalu membawa handphone. Terlebih di masa pandemi covid-19 ini yang hampir semua rutinitas belajar mengajar dilakukan secara online.
Bukannya tidak percaya dengan anak-anak saat belajar online seperti sekarang ini, tetapi sebagai orang tua dan guru kita patut menjaga dan waspada agar anak-anak tidak terpengaruh hal-hal negatif dari handphone yang digenggamnya. Kita perlu mengawasi agar mereka tidak menonton hal-hal yang kurang patut, kita perlu menegur dengan bijak apabila mendapati mereka membuka hal-hal yang kurang baik. Itu semua demi kebaikan mereka di saat ini dan di masa yang akan datang nantinya.
Orangtua dan guru harus hadir sebagai sahabat dekat mereka, bukan menjadi sosok yang menakutkan sehingga mereka ketakutan dan menjauh. Kita perlu hadir “menyesuaikan” diri dengan mereka. Iya, kita yang berusaha menyesuaikan diri dengan mereka. Bukan sebaliknya, mereka yang kita tuntut untuk menyesuaikan dirinya dengan kita. Bukankah teladan kita baginda Nabi Muhammad saw pernah menasihatkan kepada kita untuk berbicara pada suatu kaum sesuai dengan kemampuan akalnya (khotibu an-nas biqodri uqulihim)?
Setiap anak tentu tak sama karakternya. Oleh karenanya penting bagi kita untuk belajar memahami karakter mereka. Memahami karakter seorang anak adalah kunci agar kita bisa dekat dengannya. Kalau ia sudah nyaman dengan kita maka ia akan mudah kita arahkan di saat ia melakukan hal yang kurang patut. Nasihat-nasihat yang kita berikan akan didengar dan dicerna olehnya dengan baik manakala kita tahu kalimat yang sesuai dan moment yang tepat untuknya.
Akhirnya, mari kita terus belajar bagaimana bersikap bijak dengan anak-anak agar kita bisa menjadi sahabat baiknya!
Editor: Raihan Zadu Jihad