G
N
I
D
A
O
L

Tiga Model Kepengasuhan Anak, Mana yang Lebih Baik?

ibnuabbasklaten.com-Kepala Unit Penjamin Mutu, Litbang, dan Tarbawi PPTQ Ibnu Abbas Klaten, Ustaz Ali Hufron, SIP., mengatakan kepengasuhan yang baik oleh orang tua terhadap anak adalah yang mampu membawa kebaikan dan penyejuk, sehingga dapat melahirkan kebahagiaan.

Hal itu disampaikan kepada seluruh wali santri dan pengasuh PPTQ Ibnu Abbas Klaten dalam kajian Parenting Wali Santri secara virtual melalui aplikasi ZOOM Cloud Meetings, Rabu (3/2/2021/).

Beliau mengatakan dalam kepengasuhan terdapat 3 model yang biasa diterapkan oleh orang tua pada umumnya. Pertama, otoriter ,  model kepengasuhan ini mengekang dan membuat anak harus tunduk kepada orang tua. Hal ini akan berakibat; anak jadi tertekan, anak jadi penurut (tapi bukan karena patuh tapi karena takut),  anak jadi tidak mampu mengendalikan diri dengan kemampuan self control yang rendah, dan anak mandiri dan seringkali tidak percaya diri.

Kedua, permisif, model kepengasuhan  ini dengan mencari jalan damai dengan anak. Orang tua dan anak cenderung lebih memilih jalan.

“Yang penting anak anteng, yang penting anak tidak membantah,” ujarnya

Oleh karena itu, dampak dari model kepengasuhan ini adalah segala keinginan atau kemauan anak pun sangat mudah untuk dituruti.

Ketiga, otoritatif , yaitu menegakkan otoritas sebagai orangtua. Pada model ini ada 7 karakteristik : 1) Menyediakan waktu berkualitas untuk anak. Memberikan focus dan perhatian untuk mereka, 2) Memiliki kedekatan fisik dan emosi dengan anak, 3) Komunikasi efektif dengan anak (Mampu menetapkan harapan, aturan, batasan kepada anak), 4) Peduli dengan anak, 5) Saling terbuka dan  tidak ada sekat (Misal HP tidak diberikan kode),  6) Memberi bimbingan dan dukungan, 7) Senantiasa melakukan pengawasan kepada anak (bersikap adil dan tegas).

Ustaz Ali menjelaskan perlu adanya kewaspadaan bagi orang tua agar anak-anak tidak menjadi musuh sebab anak juga merupakan fitnah bagi orangtua. Peringatan ini disebutkan dalam Surat At Taghabun : 14-15:

 يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّ مِنْ اَزْوَاجِكُمْ وَاَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَاحْذَرُوْهُمْۚ وَاِنْ تَعْفُوْا وَتَصْفَحُوْا وَتَغْفِرُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ اِنَّمَآ اَمْوَالُكُمْ وَاَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗٓ اَجْرٌ عَظِيْمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka, berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Jika kamu memaafkan, menyantuni, dan mengampuni (mereka), sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu). Di sisi Allahlah (ada) pahala yang besar.”

Oleh karena itu, dikatakan, penting juga bagi orang tua untuk menyiapkan kesabaran. Mendidik anak juga merupakan bagian dari ujian. Tidak sedikir orangtua menyerah karena tidak siap dengan penolakan anak atau tidak sanggup menghadapi konflik dengan anak.

“Maka di antara jalan keluar dari suatu permasalahan adalah dengan diskusi bersama atau berembuk,” jelasnya.

Ustaz Ali menambahkan, dalam menghadapi masalah-masalah kepengasuhan misalnya, ketika orang tua mendapati anak sedang merengek, maka yang perlu dilakukan: a) Melakukan otoritasnya jika hal itu berkaitan dengan hal-hal yang bersifat prinsip, b) Menyerah dan menerima bila memang pertimbangan anak benar, c) Ajak berkompromi, d) Berdiskusi untuk memecahkan masalahnya. Kemudian, dalam menghadapi kondisi anak yang susah ditegur dalam penggunaan smartphone yang berlebihan misalnya main game, maka solusinya membuat komitmen awal dan kesepakatan, bila melanggar diberikan konsekuensi. (Humas Unit Kesantrian/Ed-Riki Purnomo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *