G
N
I
D
A
O
L

Guru, Cahaya Pencari Ilmu

Guru adalah orang yang mendapat kepercayaan untuk memberikan ilmu kepada murid-muridnya. Jika ilmu adalah cahaya, maka guru adalah orang yang memiliki kumpulan cahaya yang hendak membagikan cahaya-cahaya tersebut kepada murid-muridnya. Ilmu tidaklah seperti harta yang bisa habis jika dibagi-bagikan pada orang lain. Ilmu justru akan semakin melekat di dalam dada dan pikiran jika diajarkan kepada banyak orang. Semakin dibagi, semakin menancap kuat pula dalam ingatan, juga semakin dalam, dan luas lagi pemahaman.

Semakin banyak orang yang berilmu, maka akan semakin terang pula pemikiran-pemikiran. Orang yang sadar bahwa alam pikirannya masih gelap karena berkubang dalam kebodohannya maka ia akan segera bangkit untuk mencari cahaya. Ia bergegas untuk mencari ilmu yang bisa membuatnya keluar dari kegelapan yang selama ini menyelimutinya. Orang itu kemudian disebut sebagai murid.

Orang yang memiliki sebuah keinginan besar untuk keluar dari kebodohan maka ia akan bertekad untuk menempuh jalannya. Tak peduli betapa susahnya jalan itu, ia akan tetap melewatinya. Keinginannya yang besar itu telah memberikan ia kekuatan untuk tetap berjalan. Ia mencari ilmu yang tidak lain adalah cahaya yang akan menerangi hidupnya. Cahaya-cahaya itu tidaklah dimiliki melainkan oleh orang-orang yang tertentu saja. Mereka adalah orang yang istimewa, mereka adalah guru. Guru adalah orang yang menjadi tujuan tempat para murid berlabuh. Berlabuh untuk mendapatkan ilmu.

Guru ibarat mercusuar di tepi pantai yang mengeluarkan cahaya terang. Ia menjadi petunjuk arah bagi kapal-kapal yang berada di tengah-tengah laut. Orang yang mencari ilmu, seperti kapal-kapal tersebut. Mereka akan sangat senang ketika menemukan orang yang bisa menjadi gurunya. Setelah berlelah-lelah melakukan perjalanan, akhirnya sampai di tempat tujuannya.

Sebagaimana ungkapan yang sering kita dengar bahwa guru adalah ia yang dapat digugu dan ditiru. Guru adalah orang yang dapat dipercaya dan dijadikan teladan baik bagi murid-muridnya. Selain ilmu yang dimiliki, seorang guru haruslah menyadari bahwa murid-muridnya tak hanya berkumpul untuk mendapatkan tambahan ilmu. Murid-murid juga memperhatikan sikap gurunya ketika mengajar, bahkan sikap gurunya itulah yang kadang-kadang akan selalu diingat dan dikenang oleh murid-muridnya.

Tutur kata dan perilaku sang guru akan selalu diperhatikan oleh murid-muridnya. Kemudian, murid-murid itu akan mencontohnya. Bagaimana guru bertutur kata, akan disimaknya dengan baik-baik. Bagaimana perilaku sang guru akan sedikit demi sedikit diterapkan oleh murid-murid dalam kehidupannya. Jika tutur kata guru adalah tutur kata yang mulia, tingkah laku guru adalah tingkah laku yang mulia pula maka murid-muridnya akan mewarisi kemuliaan-kemuliaan tersebut.

Murid-murid berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Ada anak dari seorang pejabat, ada anak seorang penggembala, ada anak dari petani dan berbagai latar yang lain. Ada murid yang cepat berpikirnya, ada pula yang sudah dijelaskan berulang kali tak paham-paham juga. Semua berbeda-beda kemampuannya. Dalam hal ini, kebijaksanaan seorang guru sangatlah dibutuhkan. Tak boleh ia membeda-bedakan pelayanan antara si miskin dan si kaya. Ia harus sama rata dalam mengajar. Mengajar juga harus penuh kesabaran. Saat ada muridnya yang begitu melelahkannya, ia tetap tak boleh merendahkan harga diri muridnya tersebut, ia juga tak boleh meruntuhkan semangat belajarnya.

Walau bagaimana pun sulitnya keadaan pada saat mengajar, seorang guru haruslah tetap dapat digugu dan ditiru. Karena begitu beratnya tantangan pada upaya mencerdaskan generasi penerus, maka tepatlah jika guru disebut-sebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Guru adalah pahlawan yang berjasa besar bagi negeri. Jika tak ada guru, maka tak akan ada generasi penerus yang mampu berpikir secara maju. Jika sudah tak ada generasi penerus yang berilmu maka alamat negeri itu akan tinggal namanya saja.[]

Penulis: Ustadz Nur Kholis Almahfoudz, S.Ag (Guru Kuttab Ibnu Abbas Klaten, Tulisan ini disalin dari buku Seteguh Karang, hlm. 73-75, karya pribadi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *